TUGAS CERPEN


 "SPRING DAY"

Karya: Sucie Pratiwie


Pada 16 April 2014, tragedi besar mengguncang Korea Selatan. Kapal Sewol tenggelam di perairan Jindo, membawa serta ratusan siswa Danwon High School yang tak pernah kembali. Peristiwa itu menciptakan luka amat mendalam di seluruh negeri, menyisakan pertanyaan yang belum terjawab “Kenapa mereka disuruh tetap di dalam? Siapa yang harus bertanggung jawab?”

Tiga tahun berlalu, Yongmi, seorang komposer music ternama yang pernah kehilangan adiknya dalam tragedi itu, memutuskan untuk berhenti dari industri musik. Diri nya dihantui rasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan saudaranya, dia hidup menyendiri dengan luka yang tak pernah sembuh.

Suatu hari, dia melihat sekilas berita tentang keluarga korban yang masih menunggu keadilan di bawah tenda kuning yang koyak oleh angin. Melihat hal itu, Yongmi kembali ke dunia musik dan memutuskan menyumbangkan seluruh royalti hidupnya untuk keluarga korban. Dia menciptakan sebuah lagu yang diberi judul “Spring Day”, yang kemudian dibawakan oleh grup BTS, lagu yang menjadi pelipur lara, pengingat, dan seruan diam yang menggema di hati setiap orang yang belum bisa melupakan hari itu.

Namun di balik lagu itu, tersimpan rahasia besar. Lagu itu sebenarnya adalah kode permintaan maaf untuk seseorang yang Yongmi sendiri tidak pernah punya keberanian untuk temui kembali, yaitu ibunya sendiri, yang selalu menyalahkannya atas kematian adiknya.

Di saat lagu itu menjadi simbol harapan dan duka, Yongmi harus menghadapi kebenaran, bukan hanya publik yang menuntut jawaban, tapi juga hatinya sendiri.

……………..

Langit berwarna kelabu saat Yongmi berdiri di hadapan tenda kuning di Gwanghwamun Plaza. Di bawah hujan gerimis, bendera kecil dengan nama-nama korban tertiup pelan. Seorang ibu memeluk foto anaknya yang telah pudar, membisikkan sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang pernah kehilangan.

Yongmi menunduk, matanya menatap sendu. Dalam hatinya, perasaaan kelam mulai bergejolak.

“Jinhyo… maafkan aku…”

Tiga tahun telah berlalu, tapi rasa bersalah itu tidak pernah benar-benar surut. Jinhyo, adik laki-lakinya, salah satu dari 304 korban yang tak kembali dari perjalanan sekolah mereka. Yongmi seharusnya ikut mengantar, tetapi dia sedang sibuk tur musiknya. Jinhyo sempat meneleponnya pagi itu, menitipkan pesan terakhir.

“Kalau aku engga bisa lihat musim semi nanti, kakak bisa ceritain ke aku lewat lagu, ya?”

Telepon terputus. Dan musim semi itu tidak pernah datang baginya.

Beberapa minggu kemudian, Yongmi menghubungi BigHit Entertainment. Dia ingin menyumbangkan sebuah lagu. Tapi bukan lagu biasa, ini adalah surat pengakuan, penyesalan, dan doa, yang sudah dirangkai nya dalam bentuk nada dan lirik.

Dia menulis selama berhari-hari, tak tidur, hanya ditemani secangkir kopi dingin dan foto Jinhyo. Tangannya gemetar, mata nya berkaca-kaca, riuh hatinya mulai bergejolak saat menulis bait pertama.

“I miss you... more than I can say.”

Dalam proses itu, kenangan masa lalu yang kelam datang kembali menghantam.

Ibunya tidak pernah berbicara padanya sejak pemakaman. Di mata sang ibu, Yongmi adalah alasan Jinhyo pergi sendiri. Yongmi pun tak bisa menyangkal, dia yang terlalu sibuk dengan gemerlap dunia, lupa bahwa musim semi tak akan selalu datang untuk semua orang.

Lagu itu akhirnya diberikan pada BTS, yang saat itu sedang naik daun. Mereka menyanyikannya dengan tulus, menyisipkan perasaan dalam setiap bait. Ketika “Spring Day” dirilis, tangis meledak di berbagai penjuru negeri. Orang-orang mulai menafsirkan liriknya sebagai penghormatan untuk para korban Sewol. Banyak yang menemukan kedamaian dari lagu itu, meski hanya sejenak.

Namun, tidak bagi Yongmi.

Dia masih menulis surat-surat kepada Jinhyo yang tak pernah dikirim. Dia masih berdiri di dermaga tempat tubuh adiknya tak pernah ditemukan. Dan di atas panggung penghargaan, saat “Spring Day” memenangkan lagu terbaik tahun itu, Yongmi hanya tersenyum kecil dan pergi tanpa suara.

Tapi ketenangan itu tak bertahan lama. Sebuah blog anonim mulai menuduh bahwa "Spring Day" adalah lagu propaganda yang sengaja dibuat untuk mengalihkan perhatian dari kesalahan pemerintah saat tragedi. Komentar-komentar menyakitkan mulai bermunculan, menyudutkan BTS dan pencipta lagu sebagai “penunggang duka.”

Yongmi marah, tapi bukan karena difitnah. Dia marah karena itu Ada benarnya”. Dia memang menulis lagu itu bukan hanya untuk publik, tapi untuk dirinya sendiri. Lagu itu adalah permintaan maaf yang disamarkan sebagai karya seni, dia pengecut.

Saat keraguan itu menghantamnya, sebuah surat dikirim ke rumahnya tanpa nama pengirim.

“Lagu itu menyembuhkan hatiku. Aku bukan siapa-siapa. Hanya kakak dari korban. Tapi saat aku mendengar ‘Spring Day’, aku merasa adikku masih menungguku di stasiun yang bersalju itu. Terima kasih, jangan menyerah menunggu musim semi.”

Yongmi menangis untuk pertama kalinya sejak pemakaman.

............................

  Pada peringatan ke-10 tragedi sewol, Yongmi akhirnya memutuskan pergi ke rumah ibunya. Tapi saat tiba disana, rumah itu kosong. Di meja ruang tamu, hanya ada satu bingkai foto Jinhyo dan secarik catatan kecil, yang berisi tulisan.

“Aku dengar lagunya, aku tau itu dari kamu, tapi kamu terlalu lama datang.”

Yongmi jatuh terduduk. Angin dingin bertiup dari jendela yang terbuka, membawa serta aroma tanah basah dan kenangan yang tak dapat terucapkan.

Dia melangkah keluar rumah dengan surat-surat yang belum pernah dia kirimkan. Hujan turun lagi. Di kejauhan, bunga sakura mulai gugur satu per satu.

Dalam sendu Yongmi berkata pelan “Jinhyo, maaf… sepertinya aku akan terus menunggumu… di musim semi yang tidak akan pernah tiba.”

……………………

Langkah Yongmi terasa berat saat dia meninggalkan rumah ibunya, rumah tempat kenangan itu terlukis dalam dinding yang bisu. Surat di atas meja masih menggema di pikirannya.

"Kamu terlalu lama datang."

Dia berlutut di depan bingkai foto Jinhyo, menggenggamnya seolah bisa menarik waktu kembali. Tapi tak ada suara dari foto itu, tak ada jawaban.

Saat Yongmi kembali ke apartemennya malam itu, dia menerima sebuah paket tak bernama. Isinya adalah flashdisk hitam. Tanpa surat, tanpa penjelasan. Dia ragu, namun akhirnya memasukkannya ke dalam laptop.

Layar menyala, menampilkan sebuah video yang berdurasi dua menit.

Rekaman dari ruang kapal Sewol.

Seorang siswa, seragamnya basah kuyup, tersenyum lemah ke arah kamera. Itu Jinhyo.

" Kak Yongmi, aku tau kamu akan lihat ini. Aku takut, tapi aku percaya kamu akan dengar pesanku… jadi aku rekam ini."

"Kalau aku engga bisa pulang, jangan salahin dirimu. Jangan menyiksa dirimu dengan rasa bersalah. Aku bangga jadi adikmu. Aku tau kamu sibuk mengejar mimpi dan aku selalu senang melihatmu di TV."

Jinhyo menarik napas berat, air di belakangnya sudah mulai naik.

"Aku mohon padamu, kak… tolong jaga ibu. Dia akan sangat sedih, jangan biarkan dia menunggu dua anak yang tak pulang."

Layar bergetar, suara gemuruh terdengar. Jinhyo menatap kamera dengan mata yang tak bisa lagi disangkal ketakutannya.

“Maaf aku gabisa lihat musim semi lagi bersamamu. Tapi tolong, terus nyanyikan musim semi itu untukku.”

Layar mati.

Yongmi terdiam. Tangisnya pecah tak terbendung. Untuk pertama kalinya, dia sadar, semua yang dia lakukan selama ini, menulis lagu, menyumbang uang, menghindari ibunya, hanyalah pelarian. Dia lari dari janji, dia lari dari tanggung jawab. Dia menulis “Spring Day” Hanya untuk menghapus rasa bersalahnya, tapi tak pernah benar-benar berdamai.

Dan yang paling menyakitkan, dia datang terlalu terlambat untuk segalanya.

…………………..

Hari berikutnya, Yongmi dipanggil ke pertemuan rahasia oleh seorang mantan penyelidik yang pernah menjadi penyelidik pada kasus tragedi tenggelamnya kapal sewol 10 tahun lalu. Ada sesuatu yang ingin ditunjukkan padanya. File dokumen rahasia.

Ternyata, donasi besar Yongmi dan royalti "Spring Day" selama bertahun-tahun, telah diselewengkan oleh oknum pejabat yayasan penyintas. Uang itu tak pernah sepenuhnya sampai ke tangan keluarga korban.

“Lagu itu menyentuh hati bangsa, Yongmi-ssi. Tapi uangnya menyentuh tangan-tangan kotor.”

Darah yongmi mendidih, dia ingin menghancurkan semuanya. Lagu itu bukan hanya untuk Jinhyo. Lagu itu milik setiap anak yang tak pulang. Tapi sekarang, lagu itu jadi tameng bagi orang-orang serakah.

Dia ingin bicara, dia ingin buka suara ke media. Tapi di saat yang sama, seseorang mengiriminya ancaman “Diam, atau semua yang kamu cintai akan ikut tenggelam bersamamu.”

Karena hal itu, Yongmi tak mampu berkutik, dia takut, marah dan lebih parahnya lagi, ibunya menghilang. Seluruh jiwa nya terasa hilang seketika.

……………………….

Beberapa minggu berlalu. Yongmi tak bisa tidur, tak bisa makan. Dia mencoba mencari ibunya, tapi tak ada jejak. Dia telah menyusuri semua tempat yang dulu sering mereka kunjungi. Taman, Pelabuhan, bahkan sekolah Jinhyo yang kini sudah jadi monumen.

Lalu suatu malam, Yongmi kembali ke dermaga tempat Jinhyo terakhir kali terlihat. Angin laut dingin menyapu wajahnya. Dia duduk diam, memeluk gitar, menatap laut yang tenang tapi penuh rahasia.

Di depannya, ada sepasang sepatu wanita yang sangat dikenal nya.

Sepatu ibunya.

Di sampingnya, ada catatan kecil, bertuliskan.

"Aku sudah mendengar lagunya, Nak. Lagu itu terlalu indah untuk dunia yang kotor seperti ini. Aku pergi untuk menyusul musim semi yang tertinggal di lautan itu. Tolong... jangan cari aku. Lanjutkan lagumu, tapi pastikan tak ada yang memperkaya diri dari kesedihan anakku lagi. Itu permintaan terakhirku."

Yongmi menjerit. Tapi laut tidak menjawab.

Hari berikutnya, BTS tampil dalam konser tahunan peringatan Sewol. Di panggung, mereka menyanyikan "Spring Day" seperti biasa. Tapi ada sesuatu yang berbeda malam itu.

Dari kejauhan, kamera menangkap siluet seseorang berdiri di atas tebing, memegang gitar, lalu menghilang ke dalam kegelapan.

Sampai hari ini, tidak ada yang tahu ke mana Yongmi pergi. Beberapa berkata dia menghilang ke laut, beberapa percaya dia masih menulis lagu di tempat sepi, jauh dari dunia.

Tapi setiap musim semi, seseorang mengirim satu surat tanpa nama ke rumah-rumah korban Sewol.

Isinya hanya satu baris:

"Aku masih di sini. Masih menunggu musim semi untuk kita semua.”




TAMAT


Cerpen ini mencerminkan bahwa dalam tragedi besar seperti Sewol, lukanya tak hanya pada mereka yang meninggal, tapi juga pada mereka yang tertinggal. "Spring Day" menjadi lebih dari sekadar lagu. ia menjadi doa tanpa suara, jeritan yang ditahan, dan musim semi yang tak pernah benar-benar datang bagi banyak orang.

Sumber Informasi : 

Tragedi Tenggelamnya Kapal Sewol

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day 1

Day 32

(PUISI) DARI BLOG DAY 12